Selasa, 19 November 2013

Aplikasi Teori Kultivasi Pada Realitas Kehidupan

Efek tayangan televisi, seperti yang dilakukan oleh Leonard Eron dan Rowell Huesman mengenai efek jangka panjang dari televisi dengan memfokuskan risetnya pada anak-anak yang tumbuh dari 8-22 tahun. Tontonan yang dinikmati pada 8 tahun akan mendorong kriminal pada usia 30 tahun. Sedangkan pernyataan dari Journal of Youth and Adolescence, memuat bahwa bentuk kegemaran, tema-tema antagonis, dan sosok keperkasaan para lelaki yang menginspirasikan musik heavy metal, ternyata sangat digandrungi remaja lelaki yang berprestasi rendah dan tidak mampu belajar dengan baik di sekolah.
 

Nancy Signorielli melaporkan studi tentang sindrom dunia kejam. Pada aksi kekerasan di program televisi bagi anak, lebih dari 2000 program termasuk 6000 karakter utama selama prime time dan akhir pekan (weekend) dari tahun 1967-1985, menganalisis dengan hasil yang menarik, 70% prime time dan 94% akhir pekan (weekend) termasuk aksi kekerasan. Analisis ini membuktikan heavy viewers memandang dunia muram dan kejam dibandingkan dengan orang yang jarang menonton televisi. Tidak salah jika kemudian Gerbner dan kawan-kawan melaporkan bahwa heavy viewers melihat dunia lebih kejam dan menakutkan seperti yang ditampilkan televisi dari pada orang-orang yang jarang menonton.
 
Contoh yang lain, para pecandu berat televisi (heavy viewers) akan menganggap bahwa apa yang terjadi di televisi itulah dunia senyatanya. Misalnya, tentang perilaku kekerasan yang terjadi di masyarakat. Para pecandu berat televisi akan mengatakan sebab utama munculnya kekerasan karena masalah sosial (karena televisi yang ditonton sering menyuguhkan berita dan kejadian dengan motif sosial sebagai alasan melakukan kekerasan). Padahal bisa jadi sebab utama itu lebih karena keterkejutan budaya (cultural shock) dari tradisional ke kehidupan modern. Teori kultivasi berpendapat bahwa pecandu berat televisi membentuk suatu realitas yang tidak konsisten dengan kenyataan.
 
Sebagai contoh pencandu berat televisi menyatakan bahwa kemungkinan seseorang menjadi korban kejahatan adalah 1 berbading 10. Dalam kenyataan angkanya adalah 1 berbanding 50. Pecandu berat televisi mengira bahwa 20% dari total penduduk dunia berdiam diri di Amerika. Kenyataannya hanya 6%. Pecandu berat percaya bahwa persentase karyawan dalam posisi manajerial atau professional adalah 25%. Kenyataannya hanya 5%. Bagi pecandu berat televisi, apa yang terjadi pada televisi itulah yang terjadi pada dunia sesungguhnya.
 
Termasuk di sini konflik antara orang tua dan anak. Kognisi penonton akan mengatakan saat ini semua anak memberontak kepada orang tua tentang perbedaan antara keduannya, seperti “orang tua kuno, ketinggalan zaman.” Mereka yakin bahwa televisi adalah potret sesungguhnya dunia nyata. Padahal seperti yang bisa dilihat, tidak sedikit anak-anak yang masih hormat atau bahkan masih mengiyakan apa yang dikatakan orang tua mereka.

Pada kateori aplikasi teori kultivasi dalam kaca mata kekerasan, Gerbner juga berpendapat bahwa gambaran tentang adegan kekerasan di televisi lebih merupakan pesan simbolik tentang hukum dan aturan, alih-alih perilaku kekerasan yang diperlihatkan di televisi merupakan refleksi kejadian di sekitar kita. Jika adegan kekerasan itu merefleksikan aturan hukum yang tidak bisa mengatasi situasi, seperti yang digambarkan dalam adegan televisi, bisa jadi yang terjadi sebenarnya juga demikian. Jadi, kekerasan yang ditayangkan di televisi dianggap sebagai kekerasan yang memang sedang terjadi di dunia ini. Aturan hukum yang biasa digunakan untuk mengatasi perilaku kejahatan yang dipertontonkan di televisi akan dikatakan bahwa seperti itulah hukum kita sekarang ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar